SOSIALISASI PERSIAPAN DAN PENGEMBANGAN PERHUTANAN SOSIAL DI
DESA PUPUS
KECAMATAN NGEBEL, KABUPATEN PONOROGO
Kegiatan
Sosialisasi Persiapan dan Pengembangan Perhutanan Sosial di Desa Pupus,
Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo dilaksanakan secara tatap muka langsung pada
hari Selasa, 20 Pebruari 2024.di Kantor Desa Pupus Kec. Ngebel, Kab. Ponorogo.
Maksud
dan tujuan pelaksanaan kegiatan ini adalah memberikan pemahaman kepada
pemerintah desa serta calon penerima manfaat Perhutanan Sosial (PS) di area
KHDPK, mulai dari kebijakan umum, skema, persyaratan, hak, kewajiban, larangan
serta kegiatan di areal perhutanan sosial sehingga diharapkan memiliki
pemahaman yang komprehensif terkait perhutanan sosial sesuai ketentuan yang
berlaku.
Peserta
merupakan pengurus dan perwakilan anggota LMDH yang secara eksisting merupakan
penggarap/ pesanggem di wilayah RPH Ngebel, BKPH Wilis Barat, KPH Lawu Ds
secara administratif masuk dalam wilayah Desa Pupus, Kecamatan Ngebel,
Kabupaten Ponorogo.
Beberapa
hasil kegiatan sosialisasi ini, yaitu :
Kepala
Desa Pupus menekankan bahwa berdasarkan kesepakatan dengan calon penerima
manfaat KHDPK PS bahwa akan memilih skema Hutan Desa (HD) dalam pengajuan
permohonan Perhutanan Sosial (PS) di KHDPK khususnya di Desa Pupus yang secara
indikatif seluas 158,5576 Hektar.
Telah
disampaikan materi terkait perhutanan sosial mulai dari dasar hukum, data
indikatif PS di KDHPK wilayah Kabupaten Ponorogo, skema PS di KHDPK, subjek dan
objek PS di KHDPK, persyaratan permohonan PS di KHDPK, hak, kewajiban dan
larangan, kegiatan pengelolaan PS sampai ketentuan pemanfaatan aset dan menurut
tanggapan peserta sosialisasi menjadi lebih paham terkait PS di KHDPK. Beberapa
penekanan terkait Perhutanan Sosial di KHDPK, antara lain :
Persetujuan
pengelolaan PS
diberikan untuk jangka waktu 35 (tiga puluh lima) tahun dan dapat diperpanjang
serta bukan merupakan hak kepemilikan atas tanah pada Kawasan Hutan,
sehingga hanya hak untuk
mengelola, bukan hak milik, tetap sebagai kawasan hutan serta
tidak merubah fungsi dan statusnya,
a) Permohonan
persetujuan PS di KHDPK harus clean and
clear antara subjek (pelaku/lembaga)
dan objek (lokasi) nya, sehingga dapat meminimalisir potensi konflik,
b) Perlunya
dibangun komitmen bersama di awal terkait pemenuhan kewajiban serta kepatuhan
terhadap larangan sebelum memperoleh persetujuan PS di KHDPK. Tidak sedikit
kelompok yang lebih memperhatikan hak nya saja tanpa mengetahui kewajiban dan
laranag di awal, sehingga mengalami kendala setelah memperoleh persetujuan.
c) Mengingat
area pengelolaan PS di KHDPK merupakan kawasan hutan dan hanya berpindah hak
pengelolaan saja (yang semula Perum Perhutani) sehingga tetap berpedoman pada
prinsip pengelolaan hutan lestari dari aspek ekologis, ekonomis dan sosial
dengan asas lestari dan manfaat.
d) Kewenangan
secara de jure kelompok dalam
pengelolaan hutan dengan skema HD/ HKm/ HTR adalah sejak adanya persetujuan PS
di KHDPK yang dikeluarkan oleh Menteri LHK. Selama belum ada persetujuan PS
(walaupun lokasi termasuk dalam indikatif PS di KHDPK) tetap harus menghormati
pemegang hal pengelolaan kawasan Hutan Produksi dan Hutan Lindung di Jawa Timur
yaitu Perum Perhutani.
e) Ketentuan
terkait aset Perum Perhutani :
v Berada
pada KHDPK yang belum mendapat persetujuan PS, menjadi tanggung jawab Perum
Perhutandi dan KLHK.
v Aset
tetap berupa tanaman masak tebang dimanfaatkan Perum Perhutani sampai dengan
akhir masa daur, dan
v Aset berupa tanaman belum masak tebang dilakukan
Kerjasama sesuai ketentuan Perum Perhutani setelah mendapat persetujuan Menteri.
f) Beberapa
hal penting terkaitPS di KHDPK, yaitu :
v Persetujuan
PS adalah hak untuk mengelola, bukan merupakan hak milik atas tanah.
v Hak
mengelola PS setelah persetujuan PS dimiliki dan selama belum memiliki
persetujuan, hak pengelolaan ada di KLHK dan Perhutani.
v Persetujuan
PS tidak mengubah status dan fungsi sesuai asalnya sebagai kawasan hutan.
v Pengelolaan
PS tetap harus memperhatikan asas manfaat dan lestari mengacu pada aspek
ekologis, ekonomis dan sosial.
v Mengingat
tetap sebagai kawasan hutan, apabila ada pelanggaran akan berpotensi dikenakan
sanksi pidana sesuai ketentuan yang berlaku.
v Pemegang hak kelola PS tidak dapat memiliki hak kelola
dobel, baik di areal PS maupun areal kelola Perum Perhutani.
v Persetujuan
PS termasuk sebagai izin usaha, tidak termasuk izin membuka kawasan hutan dan
memasukkan alat berat.
v Pemegang
hak kelola PS wajib membayar PSDH dan disetorkan ke kas negara atas semua
realisasi produksi hasil hutan (baik kayu, bukan kayu maupun jasa lingkungan)
sesuai hak kelolanya.
v
Karena
kawasan hutan adalah milik Pemerintah, apabila diperlukan Pemerintah dapat
mengambil alih kembali hak kelola atas
Comments
Post a Comment